Dalam Negara Kertagama maupun Pararaton, wilayah Banyuwangi dikenal dengan nama BLAMBANGAN yang disebut juga Toyarum atau Tirtoarum.
Dan nama Blambangan disebut Barangbrangan ( Jawa Kuno ) artinya tempat penyeberangan barang-barang karena disebelah timur Wilayah Banyuwangi terdapat Selat Bali. Wilayah Banyuwangi kaya dan sangat potensial akan tinggalan Arkeologis, terutama daerah Desa Tembokrejo sehingga perlu dilakukan penelitian secara Arkeologis, antara lain :
1. Situs tradisi megalitik berupa zigurat ( tanah tinggi ) yang bahasa Jawa di sebut SITI INGGIL dan sampai saat sekarang tempat itu lazim disebut SETINGGIL. Situs ini terletak di Dusun Muncar Desa Tembokrejo dan Lingkungan Siti Inggil menjadi pemukiman penduduk yang ramai. Indikasi temuan di Situs Siti Inggil berupa batu bata dan batu batu besar menumpuk menyerupai bukit dan diantara-Nya batu batu tersebut terdapat bekas telapak kaki manusia, konon ceritanya adalah telapak kaki Prabu Menak Jinggo.
2. Situs GUMUK KLINTING dan GUMUK MAS yang terletak di Dusun Palurejo (Paludem) juga merupakan ziggurat seperti Siti Inggil dan pernah ditemukan barang – barang antik yang bentuknya seperti Gentha atau klinthing yang terbuat dari tanah liat sehingga tempat itu disebut Gumuk Klinthing.
3. Situs GUMUK JADAH yang terletak di Dusun Palurejo, disini ditemukan beberapa Ompak yang terbuat dari batu berukuran besar sebanyak 12 buah yang menyerupai Jadah ( kue yang terbuat dari beras ketan ) sehingga tempat itu di sebut Gumuk Jadah.
4. Situs GUMUK PUTRI terletak di Dusun Palurejo berdekatan dengan Gumuk Jadah dan Situs ini pernah di temukan sebuah patung terbuat dari batu seperti putri cantik, sebuah fragmen arca batu pada masa Hinduistik, dan tempat itu disebut Gumuk Putri.
5. Situs OMPAK SONGO di Dusun Krajan mempunyai sejarah tersendiri. Tempat itu pada tahun 1928 pernah di kunjungi oleh Raja Jawa yaitu Sinuwun PAKU BUWONO ke X dari Kasultanan Surakarta Hadiningrat dan pada saat itu tempat tersebut belum memiliki nama, dan dari hasil penemuan tersebut ditemukan. Ompak ( bahasa Jawa Ondhag – ondhagan ) berjumlah 9 maka dinamakan Ompak Songo. Ompak Songo banyak ditemukan barang – barang kuna yang bercorak Hinduistik antara lain fragmen grabah, barang pecah belah fragmen keramik asing dan lain sebagainya.
Proses penelitian diluar Desa Tembokrejo juga ditemukan Situs Bale Kambang, situs tersebut berupa zigurat dari gundukan tanah yang tinggi yang terletak di Desa Blambangan tepatnya disebelah barat Desa Tembokrejo.
Situs Tembok yang tingginya kurang lebih 2 meter dan Tembok tersebut oleh masyarakat disebut LUNGUR yang terletak di Desa Blambangan dan Tembokrejo yaitu dari arah Bale Kambang membujur ke timur dengan perbatasan Dusun Sukosari dan kemudian ke timur disebelah sungai ( kali ) Mangil terus ke selatan melalui Dusun Muncar Baru, kemudian ke selatan yang disebut Gumuk Sepur, karena Tembok atau Lungur yang membujur ke selatan menyerupai Sepur ( Kereta Api ).Dan Tembok atau Lungur tersebut berupa gundukan tanah, dan setelah diteliti didalam-Nya terdapat batu bata yang berukuran besar Maka dapat diasumsikan bahwa Tembok tersebut dahulu kala adalah Tembok atau benteng keliling Keraton Blambangan pada masa Pemerintahan Kerajaan Majapahit.Disebalah timur Ompak Songo juga pernah ditemukan tanda-tanda Tembok diluar sisi timur yang membujur dari selatan ke utara dan pernah ditemukan fragmen unsur bangunan Gapura atau Pintu Gerbang dari bahan batu Kali. Dengan demikian dapat diasumsikan bahwa Ompak Songo dahulu adalah Pusat Pemerintahan Kerajaan Blambangan. Dan Keraton Blambangan diasumsikan menghadap ke timur, terbukti dengan temuan Gapura disebelah timur. Jika bekas Keraton Blambangan menghadap ke timur maka dapat diasumsikan bahwa Siti Inggil, Gumuk Klinting, dan Gumuk Mas pada masa lalu berfungsi sebagai tempat Pos Prajurit Blambangan untuk mengintai para pendatang atau musuh yang datang dari arah timur, karena situs-situs tersebut terletak dekat dengan pantai.
Adapun Gumuk Putri terbukti pernah ditemukan sebuah arca yang menyerupai Putri Cantik, adapun arca tersebut pada masa meletusnya pemberontakan G.30.S / PKI tahun 1965 banyak yang di rusak oleh orang orang yang tidak bertanggung jawab. Dan Gumuk Jadah dapat diasumsikan pada masa lalu berdiri sebuah bangunan berbentuk Joglo dengan tiang penyangga ( Soko guru ) sebanyak 12 buah karena ditemukan Ompak dari batu yang menyerupai Jadah. Dan tempat itu diperkirakan sebagai tempat peristirahatan para prajurit. Kemudian dapat diasumsikan pula tentang Bale Kambang, bahwa pada masa lalu adalah Taman Sari atau Taman Kaputren dan Bale Kambang disebut juga Taman Bale Kambang. Dari hasil temuan-temuan Situs tersebut diatas adalah Situs-situs yang paling potensial dan tempat bersejarah atas peninggalan Kerajaan Blambangan atau disebut Kedaton Wetan yang sekaligus sebagai CIKAL BAKAL proses terjadinya Desa Tembokrejo.
Dari hasil temuan – temuan tersebut diatas pada masa itu adalah pada masa Pemerintahan Kerajaan Majapahit duduk seorang Raja Putri, kalau di dalam Sejarah bernama RATU SUHITA adapun kalau didalam cerita Rakyat RATU KENCONO WUNGU.RATU SUHITA mempunyai saudara yang bernama BRE TUMAPEL, kalau dalam cerita rakyat disebut LOGENDER dan berpangkat Patih WARONGKO DALEM. Dan pada masa Pemerintahan Ratu SUHITA ada beberapa keluarga Raja yang ingin memisahkan dari kekuasaan Majapahit karena tidak puas dengan kebijakan Raja, terutama seorang Adipati Brang Wetan yaitu Kerajaan Blambangan yang pada masa itu duduk seorang Adipati, kalau didalam sejarah bernama BRE WIRABUMI, dan kalau dalam cerita rakyat bernama ADIPATI MENAK JINGGO atau HURU BISMO, yang masa kecilnya bernama JOKO UMBARAN dia adalah anak Adipati Pasuruan yang bernama BANDARAN SUBALI.
Karena Majapahit dan Blambangan terjadi peperangan, konon ceritanya kemenangan dipihak Blambangan karena Adipati MENAK JINGGO memiliki kesaktian yang tinggi. Kemudian Ratu SUHITA mengambil siasat langkah kebijaksanaan untuk menumpas Adipati MENAKJINGGO dengan cara mendirikan suatu sayembara pilih tanding. Dan isi sayembara adalah barang siapa yang bisa menaklukkan dan menangkap Adipati MENAK JINGGO hidup atau mati, kalau perempuan akan diangkat menjadi saudara Raja. Namun apabila laki-laki akan dinobatkan sebagai Raja Majapahit serta menjadi suami Ratu SUHITA.
Ratu SUHITA mendapatkan seorang Senopati yang masih muda dan tampan, serta memiliki kesaktian yang tinggi yaitu anak seorang Patih Majapahit yaitu Patih UDORO yang bernama RADEN GAJAH kalau dalam cerita rakyat bernama DAMAR WULAN. Akhirnya Blambangan dapat di tumpas Adipati MENAK JINGGO dapat di bunuh dan di penggal kepalanya dengan bantuan kedua istri selir Adipati MENAK JINGGO yang bernama DYAH WAITO dan DYAH PUYENGAN dengan menggunakan pusakanya Adipati MENAK JINGGO sendiri dan pusaka tersebut bernama GODO WESI KUNING dan PEDANG SUKOYONO.
Konon ceritanya pusaka tersebut berasal dari kedua tanduk KERBAU atau KEBO MARCUWET dari Bali. Setelah Blambangan runtuh ibarat sapu lidi tanpa tali (suh) tidak mempunyai pemimpin yang melindungi, maka terjadilah urbanisasi dan perpindahan penduduk antara lain pindah ke Bali dan daerah lain di luar wilayah Blambangan untuk mencari penghidupan baru. Akhirnya Blambangan lambat laun menjadi sepi karena perpindahan penduduk dan akhirnya pula Blambangan menjadi hutan lagi. Kejadian peperangan Majapahit dengan Blambangan bukan hanya Blambangan saja yang mengalami kehancuran, tetapi Majapahit juga mengalami yang sama dan dalam sejarah atas kehancuran Majapahit digambarkan sebagai : “ SIRNA ILANG KERTANING BUMI “ kata-kata diatas berasal dari bahasa Sangsekerta yang berarti tahun 1400, sedang dalam tahun masehi adalah Tahun 1478.
Dalam kurun waktu yang sangat panjang dari tahun ke tahun kemudian Bumi Blambangan di datangi oleh banyak orang dari luar Blambangan dengan tujuan untuk hidup bermasyarakat dan mengajak orang-orang yang masih tertinggal di Blambangan untuk membangun sebuah perkampungan dengan cara membabat hutan dan kejadian tersebut sekitar tahun 1922. Dan pada saat pembabatan hutan di temukan sebuah Tembok yang pada saat itu juga di sebut LUNGUR yang membentang dari Bale Kambang ( sekarang berada di desa Blambangan ) membujur ke timur dan keselatan seperti uraian di atas.
Dan tempat itu semakin ramai ( rejo ) karena tambahnya para pendatang, maka dengan telah di temukan TEMBOK dan wilayah semakin ramai atau REJO maka tempat itu di namakan :
“ TEMBOKREJO “ yang berasal dari dua kata TEMBOK dan REJO.
Sesuai dengan perkembangan jaman, Tembokrejo menjadi sebuah Desa yang konon wilayahnya meliputi dari Kumendung membujur ke selatan sampai Sumber beras atau Mberasan dengan di pimpin oleh seorang Tokoh Masyarakat ( sesepuh desa ) bernama SURO SEWU. Dengan demikian dapat diasumsikan kuat, bahwa Desa Tembokrejo berdiri tahun 1922 karena hutan di Bumi Blambangan dibabat pada tahun 1922.